Persekolahan tanpa Pendidikan
KEKELIRUAN paling mendasar
dalam pembangunan pendidikan selama sejarah Indonesia modern adalah
mempersempit pendidikan hanya sekadar persekolahan belaka. Anggaran
pendidikan yang semakin besar (tahun 2014 mencapai Rp 80 T) dialokasikan
untuk memperbesar sistem persekolahan. Pendidikan nonformal, apalagi
pendidikan informal dalam keluarga di rumah, dinomorduakan karena tidak
terukur, tidak memiliki standar (lihat istilah teknokratik standar
pelayanan minimal), dan oleh karena itu dinilai tidak bermutu. Anak yang
tidak pernah bersekolah (seperti anak rimba) langsung dianggap tidak
terdidik dan kampungan.
Perilaku Otentik Siswa dan Guru
PERILAKU otentik siswa
dalam belajar dan guru dalam mengajar perlu terus diupayakan. Siswa
idealnya bersemangat untuk memahami, bahkan memecahkan, berbagai masalah
yang muncul di sekitarnya. Intinya, mereka belajar memahami dan
memikirkan lingkungannya agar siap saat memasuki kehidupan, bukan hanya
saat menghadapi ujian.
Kalaupun ada ujian, itu hanya sebagian
kecil pengalaman belajar yang perlu dilewati. Ujian bukan
segala-galanya, hanya bagian kecil dari proses besar yang namanya
belajar. Hakikat belajar yang sesungguhnya adalah berpikir dalam arti
seluas-luasnya.
Dilema Pendidikan Nasional
Setiap musim ujian nasional alias UN, saya selalu
teringat pada Muhammad Abrary Pulungan (14), siswa dari SD Negeri 06
Petang, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Tiga tahun lalu, ia pernah
menjadi pusat pergunjingan lantaran melaporkan kecurangan UN di
sekolahnya. Naas, bukannya mendapat apresiasi, ia justru dihujani
kecaman dari berbagai pihak terkait. Seperti orang Jawa bilang, nulung
malah kepentung.
Pada tahun yang sama, kasus serupa
dialami oleh Alif (14), siswa dari SD Negeri 02 Gadel, Tandes, Surabaya,
Jawa Timur. Seperti dikabarkan media, ia diminta gurunya memberikan
jawaban soal UN kepada temannya yang tidak bisa. Pasca ujian, ia tidak
tahan dan melaporkan perintah guru itu kepada orangtuanya.
Surat Terbuka untuk Pak Nuh
SEMOGA Pak Nuh masih ingat
perbincangan ringan yang terjadi pada Selasa, 15 Desember 2009,
bertempat di Plaza Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saat
itu Pak Nuh mengundang 10 penulis artikel pendidikan produktif sepanjang
2008-2009. Sebagai salah satu dari 10 orang yang diundang, saya cukup
terkesan dan mengapresiasi tradisi yang coba dibangun Mendikbud. Dalam
kata sambutan yang singkat dan sederhana, Mendikbud sangat menghargai
masukan dan kritik yang disampaikan para penulis tentang kerja-kerja
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
OKE4
BalasHapus